Minggu, 01 Desember 1996

Kami tidak Makar

"Mereka Tak Pernah Bisa Membuktikan Kami Makar"

Tempo Edisi 42/01 - 13/Des/1996


Foto Budiman dan ibunyaPara dedengkot Partai Rakyat Demokratik (PRD) mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan. Dalam peradilan yang berlangsung Kamis, 12 Desember lalu, jaksa mendakwa mereka dengan tuduhan subversi: merongrong atau menyelewengkan ideologi Negara Pancasila, atau Haluan Negara. Sidang Ketua PRD, Budiman Sudjatmiko, Ketua SMID Jabotabek Garda Sembiring, dan tiga rekannya, Yakobus Eko Kurniawan, Suroso, dan Ignatius Kurniawan, digelar di PN Jakarta Pusat. Sedangkan perkara empat anggota PRD lainnya, bersama Ketua Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI), Muchtar Pakpahan, disidangkan di PN Jakarta Selatan.

Jaksa menjerat sepuluh tersangka itu dengan pasal 1 jo pasal 3 Undang-Undang Anti Subversi Nomor 11/PNPS/1963 jo pasal 55 jo pasal 64 KUHAP. Dengan begitu, para terdakwa politik ini bisa diancam hukuman maksimal berupa hukuman mati.

Anehnya, anak-anak muda itu bukannya diadili dengan dakwaan sebagai biang kerusuhan 27 Juli --sebagaimana pernah digembar-gemborkan para pejabat pemerintah. Tapi, serangan jaksa lebih tertuju pada serangkaian aksi demonstrasi yang mereka lakukan sejak 18 Juli 1995 hingga 27 Juli 1996. Jaksa hanya mengaitkan peran mereka dalam Peristiwa 27 Juli, dengan tuduhan "berada diantara massa yang melakukan kerusuhan di sekitar Jalan Diponegoro" itu.

Selain itu, para aktivis PRD juga didakwa membikin dan menyebarkan manifesto PRD--yang dianggap berbau komunis. Tak hanya itu, mereka juga dipersalahkan lantaran telah memberikan PRD Award kepada orang-orang yang dibilang nyata-nyata menentang pemerintah. Antara lain, Xanana Gusmao, Pramoedya Ananta Toer, Goenawan Moehamad, Thomas Wanggay, Sri Bintang Pamungkas, serta George Junus Aditjondro.

Sebelum sidang ditutup, Hakim Sofinan Sumantri, SH, memberi kesempatan kepada Budiman Sudjatmiko yang diadili terpisah dengan empat rekannya itu, untuk memberikan tanggapan atas dakwaan jaksa. "Saya mengerti dakwaan jaksa karena disampaikan dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar. Tapi saya tidak mengerti subtansi dakwaannya," ujar Budiman. Saat di persidangan yang ditumpleki ratusan pengunjung (umumnya aktivis, wartawan, tersangka kerusuhan 27 Juli, dan petugas keamanan), Budiman tampak tenang. Ia mengenakan kemeja putih lengan panjang dengan celana hitam.

Tim penasehat hukum terdakwa, yang terdiri dari Luhut MP Pangaribuan, SH, Amir Syamsudin, SH, dan Abdul Hakim Garuda Nusantara, SH, LLM, serta dua anggota lainnya, minta waktu untuk menyusun eksepsi. Hakim mengabulkan hingga tanggal 19 Desember 1996.

Budiman Sudjatmiko ditahan di Kejaksaan Agung, sejak tanggal 12 Agustus 1996. Ia sempat mengalami perpanjangan masa tahanan sebanyak tiga kali. Seusai sidang, ia tampak rileks. Raut mukanya bersih. Pengunjung sidang yang menyapanya, dibalas dengan senyuman. Sesekali ia meneriakkan kata "Hidup Demokrasi", seraya mengepalkan tangan kanannya ke atas. "Ini merupakan rekayasa penguasa," kata pria berusia 26 tahun yang akrab dipanggil Miko ini, menanggapi persidangan dirinya dan rekan-rekannya. Seusai sidang, ketika berada di dalam ruang penasehat hukum,TEMPO Interaktif berusaha masuk untuk mewancarai bekas mahasiswa fakultas ekonomi Universitas Gajah Mada itu.


Benarkah semua dakwaan yang dituduhkan jaksa kepada Anda ?

Tidak benar. Itu semua merupakan rekayasa penguasa. Seolah-olah kami melakukan gerakan makar. Tapi mereka (penguasa), tidak bisa membuktikan. Dan kami yakin, bahwa mereka tidak akan pernah bisa membuktikan jika kami melakukan makar. Karena pada dasarnya, makar adalah gerakan konspirasi yang tertutup dan memiliki pasukan. Sementara kami adalah gerakan terbuka, dan tidak memiliki pasukan.
Jika Anda tidak bersalah, kenapa Anda mau diadili ?
Saya tidak bisa lepas dari otoritas kekuasaan ketika berada di tahanan. Dan mereka menggunakan tuduhan bahwa saya sebagai dalang kerusuhan 27 Juli. Lalu saya ditangkap, dan ditahan.
Betulkah Anda melakukan tindakan subversi ?
Tuduhan itu tidak pernah bisa dibuktikan. Mereka sebenarnya hendak mengadili pikiran-pikiran kami.
Apakah Anda merasa dijadikan kambing hitam ?
Oh, jelas.
Apakah Anda akan menuntut balik pemerintah ?
Tunggu saja, dan lihat.
Bukankah Anda memang melakukan serangkaian aksi antara tahun 1995-1996?
Itu merupakan bagian dari kebebasan berpendapat.
Azas Anda adalah sosial demokrat, bukankah itu mencerminkan sebuah gerakan ?
Itu azas organisasi. Itu adalah sesuatu yang wajar sebelum tahun 1985, sebelum paket undang-undang politik ditetapkan. Sebelum undang-undang politik, semua orsospol punya azas dan kekhasannya sendiri. Kami tidak menentang Pancasila sebagai ideologi negara.
Apakah Anda menerima Pancasila sebagai ideologi ?
Saya menerima Pancasila sebagai idelogi, tapi bukan Pancasila sebagai organisasi. Pancasila adalah azas masyarakat dan bukan azas kelompok masyarakat.
Apakah jiwa Anda merasa Pancasila ?
Tentu, karena saya adalah warga negara Indonesia.

ANY

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Kami dari mahasiswa Fak Hukum Universitas Islam Riau hendak mengadakan seminar Tolak UU BHP???
Cara menghubungi Bung budiman bagaimna ya ??????????

Unknown mengatakan...

CASINO IN SEHLE PALACE AND MALTA POKER - Air Jordan 5
CASINO IN air jordan 18 retro men shipping SEHLE PALACE AND where can you buy air jordan 18 retro red suede MALTA POKER 태평양 먹튀 - air jordan 18 retro racer blue for sale AIRJORDAN 5 buy air jordan 18 stockx